Konon di kerajaan Daha, hiduplah seorang
Brahmana bernama Sidi Mantra yang terkenal akan kesaktiannya. Karena
ketekunan Sidi Mantra dalam mempelajari ajaran agamanya, Batara Guru
menghadiahi dirinya seorang istri yang cantik dan harta benda yang
melimpah. Dari pernikahan ini, Sidi Mantra di anugerahi seorang putra
bernama Manik Angkeran.
Manik Angkeran tumbuh menjadi pemuda yang gagah dan tampan. Sayangnya, dia memiliki kebiasaan buruk, yaitu suka berjudi. Karena sering kalah dalam berjudi, Manik Angkeran banyak berutang kepada orang lain. Manik Anngkeran meminta bantuan ayahnya.
Mulailah Sidi Mantra
mengasingkan diri dan bertapa. Hingga pada suatu hari, sebuah suara
membangunkan pertapaannya.”Sidi Mantra, pergilah ke kawah Gunung Agung.
Di sana hidup seekor naga bernama Naga Besukih. Mintalah padanya harta
yang banyak!.”
Demi membantu putra
kesayangannya, Sidi Mantra tak segan-segan menghadapi rintangan yang
menghadangnya. Setibanya di tepi kawah Gunung Agung, Sidi Mantra duduk
bersila dan menyembunyikan genta. Mulutnya berkomat-kamit melantunkan
mantra. Naga Besukih yang mendengar alunan genta dan mantra yang
diucapkan Sidi Mantra, keluar dari tempat persembunyiannya. Ia
menanyakan apa maksud Sidi Mantra memanggilnya.
“Niat apa yang membawamu kemari, wahai Sidi Mantra?”
“Maafkan aku karena
telah mengganggu tidur panjangmu, Naga Besukih. Tetapi sudikah kiranya
engkau membagi sedikit hartamu untukku? Aku membutuhkannya untuk
membantu anakku, Manik Angkeran.”
Naga Besukih
mengabulkan permintaan Sidi Mantra. Ia menggeliatkan tubuh dan dari
sisiknya itu berjatuhan emas dan permata. Sidi Mantra memunguti emas dan
permata tersebut.
“Pakailah emas dan
permata ini untuk membayar utangmu. Tetapi ingatlah, jangan berjudi
lagi!” Sidi Mantra menasehati putranya.
Namun, tidak berapa lama
kemudian, Manik Angkera datang lagi kepada ayahnya dan meminta tolong,
karena semua harta pemberian Naga Besukih telah habis. Sidi Mantra yang
merasa kecewa menolak membantu Manik Angkeran.
Seorang teman Manik
Angkeran membocorkan rahasia tentang Naga Besukih. Diam-diam, Manik
Angkeran mencuri genta milik ayahnya dan pergi ke kawah Gunung Agung.
Di tepi kawah Gunung Agung, Manik
Angkeran membunyikan genta tersebut keras-keras. Bukan main terkejutnya
Manik Angkeran saat melihat Naga besukih. Manik Angkeran mengutarakan
niatnya yang langsung disetujui Naga Besukih.
“Aku akan membantumu. Tapi berjanjilah untuk tidak berjudi lagi. Ingatlah, hukum karma yang akan menjeratmu jika kau mangkir.”
Setelah mendapatkan janji dari Manik
Angkeran, Naga kembali menggoyangkan tubuhnya. Dari sisiknya berjatuhan
emas dan permata, yang segera dipunguti Manik Angkeran.
Namun, Manik Angkeran yang licik
ternyata berniat jahat terhadap Naga Besukih. Ketika Naga Besukih
memutar badannya hendak kembali masuk ke dalam kawah, Manik Angkeran
memotang ekor Naga Besukih dan dia cepat-cepat lari. Naga Besukih yang
sakti tidak mengejar Manik Angkeran, Seketika itu juga, Manik Angkeran
menemui ajalnya.
Sidi Mantra yang terpukul melihat
kematian anaknya, memohon kepada Naga Besukih untuk menghidupkan kembali
Manik Angkeran. Naga Besukih menyanggupinya, asalkan ekornya dapat
kembali sedia kala. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan
eekor Naga Besukih. Dan Manik Angkeran pun kemudian di hidupkan kembali
ole Naga Besukih.
“Ayah, mohan maafkan aku, aku berjanji tidak akan berjudi lagi.” Manik Angkeran bertaubat dan berjanji pada ayahnya.
“Ayah memaafkanmu, Manik Angkeran. Tetapi mulai saat ini kita tidak bias hidup bersama lagi. Kita akan hidup terpisah!”
Dan seketika itu juga Sidi Mantra lenyap
dari pandangan. Di bekas tempatnya berdiri, mengalir deras mata air
yang lama-kelamaan menjadi lautan. Dengan tongkatnya Sidi Mantra telah
membuat garis pemisah dirinya dengan Manik Angkeran. Sekarang tempat itu
menjadi selat yang memisahkan Pulau Jawa dan Pulau Bali.
0 komentar on Cerita Rakyat: Asal-usul Selat Jawa-Bali (copyed by geudubang.info) :
Post a Comment and Don't Spam!