Namaku Aninda Raisa (bukan nama sebenarnya), aku punya 2 orang sahabat namanya Agreeta Gia biasa
di panggil Greeta dan satunya Alexio Nando biasa di sapa Alex, kami
sudah bersahabat sejak kelas 1 SD dan itu sudah 12 tahun yang lalu, yah
sekarang kami tumbuh menjadi seorang remaja yang mulai mengenal arti
cinta.
***
Cinta?? Sebenarnya awal mula aku mengenal dan merasakan cinta sudah lama
dari aku kelas 4 SD, tapi dengan usiaku yang saat itu masih terbilang
anak-anak aku tidak terlalu mempermasalahkan namanya, yang aku tau aku
suka memandangi wajahnya, aku suka melihat senyumnya, aku suka melihat
tawanya, aku suka melihat matanya,hidungnya, pokoknya aku suka semua
tentang dia, Alex. Sahabatku sendiri. tapi aku tak berani mengatakan apa
yang aku rasa padaya, aku hanya bisa mengaguminya dari kejauhan.
“padahal raga kita sangat dekat, tapi kenapa kamu terasa sangat jauh
dariku?” ringisku yang masih melihatnya dari tempat dudukku kala itu.
Suatu hari aku melihat tatapan matanya, dia juga sering manatapku
ketika mengejekku tapi kenapa tatapannya kali ini terasa berbeda.
Tatapan matanya sangat sejuk, mampu membuat jantung ini berdegup lebih
cepat dari biasanya. Ada apa dengannya? apa dia juga punya rasa
untukku? Aku segera menepis anggapan itu, aku tak mau memPHP diriku
sendiri.
“Raisa kamu nggak apa-apa kan?” tanya Greeta yang duduk di dekatku. Aku
baru sadar kalau ternyata aku lagi makan di kantin bersama 2 sahabatku
ini, Alex membantu menyeka sambal yang kena di pipiku. Aku mengangguk
pelan dan menyudahi khayalanku.
Sepulang sekolah kami rencana mau main di rumahku karena orang tuaku
sedang tidak di rumah, seperti biasa aku dan Greeta selalu di bonceng
Alex setiap pulang sekolah,aku duduk di depan sementara Greeta berdiri
dibelakang. Di usia kami kala itu, pemandangan itu mencerminkan
persahabatan yang kuat.
“aku ingin kita seperti ini terus, yuhuu” seru Greeta sambil mengangkat
satu tangannya ketika Alex mulai melajukan sepedanya. Sesampainya di
rumahku kami langsung menuju taman yang kebetulan juga satu area dengan
kolam renang, Alex segera melepas bajunya dan langsung menceburkan diri
di kolam renang, Greeta sedang memainkan handponenya sambil rebahan
sementara aku sibuk mencari-cari ide untuk membuat cerita. Tiba-tiba
bibi datang membawakan minuman dan sedikit cemilan, Alex yang mulai
kedinginan segera naik dan meminum minuman yang di bawakan bibi tadi.
“nikmat” gumamnya.
“aku ingin kita terus seperti ini, bisa tertawa bareng, bercanda bareng”
ucapku, Alex dan Greeta hanya mengangguk. “ini alasanku yang nggak mau
jujur tentang perasaanku, aku nggak mau keadaan ini berbalik” sambungku
dalam hati
“sama Ra, tapi terkadang aku juga sering membayangkan kita di 8 tahun
yang akan datang, akan seperti apa kita nanti yah? apa kita masih akrab
seperti ini, apa kita masih bisa makan bareng, apa kita masih bisa
bercanda bareng, apa kita masih bisa pulang bareng” mendengar kata-kata
Greeta barusan aku tersentak.
“kamu ini bicara apa? Selamanya kita akan bersama. Kamu, aku dan Raisa,
selamanya kita adalah sahabat. Aku janji aku nggak akan berubah dan aku
akan menjaga kalian berdua” Alex memang yang paling dewasa di antara
kami, usianya masih terbilang anak-anak tapi dia mampu berpikir dewasa
“iya aku tau dan aku juga berharap begitu, tapi kita nggak tau apa yang
akan terjadi selanjutnya, kita ini masih sangat kecil, kita masih sangat
labil, jangankan 8 tahun kedepan, 2 tahun kedepan saja aku nggak tau
persahabatan kita masih seperti ini atau tidak” apa yang dikatakan
Greeta memang benar, kita ini masih terlalu kecil untuk menjaga sebuah
persahabatan. Aku langsung memeluk Greeta yang sudah mulai mengangis.
***
Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun berlalu kami kini
duduk di bangku kelas VI, masih dengan siswa yang sama, teman-teman yang
sama, pelajaran yang sama dan rasa yang sama,yah rasaku pada Alex tetap
sama dan tak pernah berubah sedikitpun, Satu hal yang berubah ketika
kami baru saja menikmati rasanya menjadi kakak kelas dan kakak tingkat
utama, persahabatan. Ya Persahabatan aku, Greeta dan Alex berubah tak
ada lagi canda tawa bareng, tak ada lagi makan bareng, tak ada lagi
hujan-hujanan bareng, tak ada lagi pulang bareng, semua hal tentang aku,
Greeta dan Alex benar-benar berubah. Aku tak mengerti kenapa Alex
tiba-tiba menjauh dan menghindar dari kami. Padahal tak ada masalah yang
terjadi di antara kami bertiga. Terakhir Alex bilang padaku ‘keadaannya
tak seperti dulu’ aku tak mengerti apa maksudnya. Sejak saat itu Alex
tak pernah main dengan aku dan Greeta. Aku yang mulai beranjak remaja
sudah mulai merasakan yang namanya ‘rindu’ aku rindu Alex setiap saat,
aku rindu melihat wajahnya, aku rindu melihat senyumya, candaannya. Aku
semakin tersiksa dengan rasaku sendiri.
“Raisa kamu kenapa bengong aja dari tadi?” Greeta membuyarkan lamunanku.
Aku menggeleng pelan dan memandangi wajah Alex yang sibuk mencatat,
Greeta mengerti apa yang aku rasakan, dia mengusap lenganku.
“Alex kamu nggak nepatin janji kamu” lirih Greeta
Seminggu kemudian teman-teman kelas sedang membicarakan Syilla dan Alex
yang tengah dekat, ada juga yang bilang kalau Alex suka sama Syilla dari
kelas 3 SD dan yang membuatku kecewa adalah ternyata Syilla itu Cinta
Pertamanya Alex. Asyilla Ashagaf, dia adalah teman sekelasku dari kelas 1
SD juga tapi aku tidak terlalu dekat dengannya. Syilla memang pintar
dan sering mendapat peringkat tapi dia masih dibawah dari aku, Greeta
dan Alex.
Ketika aku masuk kelas aku mendapati alex tengah mengajari Syilla, aku
yang sebenarnya sakit hati melihat pemandangan itu pura-pura cuek dan
langsung menuju tempat dudukku.
Di tempat lain Greeta terlihat berjalan gontai di koridor sambil
meneteskan air mata, air mata kehilangan lebih tepatnya. Bagaimana bisa
Alex pergi darinya tanpa pesan terakhir. Tanpa angin dan hujan badai
Alex bertingkah cuek bebek ketika bertemu atau berpapasan dengannya. Apa
Alex tak pernah merasakan sakitnya dikhianati? Alex sendiri yang
berjanji tidak akan meninggalkan mereka tapi kenapa tiba-tiba semuanya
berubah? Greeta hanya bisa menangis dalam diam, di depan Raisa dia tidak
pernah menunjukkan kesedihan dan kekecewaannya. Dia hanya berusaha
tegar, berusaha menutup luka yang ia rasakan, berusaha mengobati luka
yang Alex berikan padanya dan Raisa, berusaha senyum ditengah
kerapuhannya, berusaha bahagia dengan apa yang dimiliki sekarang,
setidaknya dia masih punya Raisa.
***
Waktu berputar begitu cepat, kami kini duduk di kelas IX, masih di SMP
yang sama tapi sayang kami berdua tidak sekelas lagi dengan Alex. Alex
kelas IX 1 sementara aku dan Greeta IX 3, kesempatan Alex melupakan aku
dan Greeta semakin besar. Semenjak kita masuk SMP aku sering mendengar
dari teman-teman kalau Alex sering gonta-ganti cewek. bahkan ada 2 cewek
yang pernah jambak-jambakan karena ngerebutin Alex padahal mereka
berdua sudah bersahabat sejak lama. Menurutku itu benar-benar wow !!
“Greeta di mana yah? Kok daritadi nggak kelihatan?” aku sibuk mencari
sahabatku karena aku punya berita gembira untukknya, pandangankuu
berhenti pada gadis perempuan yang tengah duduk menyendiri di bangku
taman, aku menghampirinya.
“Greeta? Kamu ngapain disini?” Greeta nampak kaget dengan kehadiranku, aku melihat matanya sembab, apa dia baru saja menangis?
“kamu kenapa? Kamu nangis?” tanyaku memastikan,
“nggak kok, ada apa?” Greeta menggeleng dan menutup buku yang dibacanya.
Aku mengambil tempat disampingnya dan mengatakan kalau Radit mengirim
salam padanya, dia tampak kaget dan kemudian hanya mengangguk pelan.
“kamu ngangguk tandanya apa? Kamu menerima salam darinya?” tanyaku,
Greeta menggeleng cepat, aku curiga dia sudah punya seseorang yang
spesial, aku berusaha memancingnya dan dia bilang itu ‘masa lalu’
“masa lalu? Berarti kamu pernah jatuh cinta pada seseorang? Ahh siapa?
Kok kamu nggak pernah cerita ke aku?” aku mendadak kepo, memang aku
tidak pernah bertanya tentang kisah cintanya karena menurutku itu
private.
“jangan-jangan sama Rafa” tebakku, Greeta hanya tersenyum tipis sambil
menggeleng malu-malu, aku menyimpulkan kalau tebakanku benar.
“kamu sendiri pernah jatuh cinta nggak? Sama siapa? Kok kamu nggak
pernah cerita sama aku” Greeta balik menanyaiku, dan aku pikir ini saat
yang tepat untuk aku bilang tentang ake dan Alex padanya. Akhirnya aku
menceritakan awal mula aku mulai suka pada Alex dan terlihat Greeta
terkejut dengan pengakuanku, dia memelukku dan hanya bilang ‘sabar’, aku
lega setelah mengatakan itu semua padanya, setidaknya kini aku punya
tempat untuk mengadu.
Suatu hari aku dan Greeta berjalan di dekat lapangan basket, aku sibuk
memainkan ipad, tiba-tiba ada adik kelas cowok yang memanggil Greeta.
“ka, kakak di panggil sama orang itu” cowok itu menunjuk ke arah orang yang menyuruhnya,
“ya ampun Greet aku duluan yah, handphoneku ketinggalan di laci” aku segera berlari ke kelas dan meninggalkan Greeta di lapangan
“dan ini di suruh kasih ke kakak” cowok itu memberikan permen karet,
Greeta segera mencari orang yang di tunjuk cowok itu. orang itu berdiri
di balkon lantai atas sekolah dan tersenyum ke arah Greeta. Greeta
memanggil cowok yang memberikan permen karet itu.
“tolong kembalikan ini padanya” Greeta mengembalikan permen karet itu dan kemudian segera pergi.
Aku yang melihat Greeta memasuki kelas bertanya siapa yang memanggilnya
tadi, Greeta hanya bilang dia nggak tau. Aku hanya mengangguk pelan.
Hari-hari terakhirku di SMP berjalan seperti biasa, tak ada yang terasa
spesial setiap harinya, bahkan sampai sekarang aku belum bisa melupakan
Alex, aku belum bisa melupakan kenanganku bersama Alex. Aku melampiaskan
kekecewaanku di taman, aku menangis sejadi-jadinya. Aku tak tau kenapa
aku harus menangisnya, apa karena aku menyesal sudah mencintai Alex
ataukah aku marah kenapa Alex tidak pernah mengerti perasaanku, hari itu
aku benar-benar lelah dengan perasaanku.
***
Hari ini aku dinyatakan naik ke kelas XII, aku sangat senang karena aku
semakin dekat dengan cita-citaku yaitu menjadi seorang penulis novel,
sebenarnya impianku dari dulu yaitu menulis novel tentang persahabatan
aku, Greeta dan Alex tapi impian itu perlahan pupus seiring persahabatan
kami bubar. Kini aku ingin menulis novel tentang kisah cintaku, yah
‘cinta pertama yang menyakitkan’. Kali ini kami bertiga terbagi dalam 3
kelas.
Hari demi hari aku lalui dengan teman-teman baru, dan kehadiran Vano
mampu membuat aku tertawa seperti dulu saat aku masih dengan Alex, tapi
jujur dalam hatiku yang paling dalam aku belum dapat melupakannya. Aku
hanya mampu tertawa sesaat saja, setelah itu semuanya kembali seperti
semula saat aku kehilangan Alex. Tapi Vano tetap setia menghiburku, apa
Vano adalah alasan kenapa aku dan Alex tidak bersatu? Aku mencoba
membuka hatiku pada Vano, aku tau akan sangat sulit tapi Vano
benar-benar meyakinkanku. Aku menceritakan hubunganku dengan Vano pada
Greeta, dia terlihat senang karena aku sudah bisa membuka hati untuk
orang lain.
“lalu bagaimana denganmu?” tanyaku pada Greeta, dia hanya tersenyum tipis
Suatu hari Greeta berjalan sendirian di dekat lapangan basket tiba-tiba
adik kelas cowok menghampirinya dan bilang kalau ada pria yang
memanggilnya tak lupa cowok itu memberikan permen karet.
“siapa?” tanya Greeta, cowok itu hanya bilang ‘dia menunggu kakak di taman’
Greeta langsung menuju taman yang ada di belakang sekolah namun tak
menemukan siapapun di sana, hanya keheningan yang menyambutnya. Greeta
beranjak dari bangku taman tapi-tiba-tiba ada yang menahan tangannya,
Greeta menoleh dan Alex terlihat menggenggam erat tangan mulusnya.
Greeta kaget dan berusaha melepaskan genggaman alex tapi genggaman Alex
terlalu kuat.
“apa lagi? Aku dan Raisa sudah tidak membutuhkan kamu lagi” ucap Greeta
sinis seraya berusaha melepaskan tangannya. Alex menunduk dan merasa
bersalah. Greeta menahan emosinya dan bertanya alasan Alex menghindar
dan menjauh dari mereka. ‘bukankah kamu sendiri yang janji nggak akan
ninggalin kita’ Greeta berusaha mencari kejujuran di mata Alex. Alex
menghela nafas panjang dan menceritakan alasannya menghindar dari mereka
berdua.
“ya aku tau aku salah, tapi aku nggak ingin persahabatan kita berantakan
karena cinta, jadi lebih baik aku mengalah. Sebenarnya aku sudah
menyimpan rasa ini ke kamu dari dulu, aku mau ngomong ini ke Raisa tapi
aku keburu dengar kalau Raisa juga punya rasa untukku,” jelas Alex yang
membuat mata Greeta membola. Dia benar-benar tidak percaya dengan semua
ini. Dia takut ini malah akan jadi awal pertengkarannya dengan Raisa.
“maaf lex tapi aku nggak bisa, aku nggak mau kehilangan Raisa, cukup
kamu saja yang pergi” ucap Greeta, cairan bening perlahan jatuh dari
pelupuk matanya.
“Greet, aku tau ini sulit untuk kamu, tapi tolong ngertiin perasaan aku,
aku udah nggak sanggup nahan rasa ini sendirian” mendengar ucapan alex,
Greta malah memarahi Alex. ‘kamu minta aku ngertiin perasaan kamu? Kamu
jangan egois Lex, kamu juga harus ngertiin perasaan Raisa, kamu tau
dari kita masih bersahabat dia udah punya tempat buat kamu, apa kamu
nggak bisa melihat itu’
“Greet tatap aku, kamu juga sudah menyiapkan tempat untukku di hatimu
kan?” Alex menatap lekat wajah Greeta tapi Greeta menyangkal.
“kamu bohong kan? Aku tau kamu Greet, kalau kamu emang nggak suka sama
aku, bilang kalau kamu nggak suka sama aku, bilang kalau kamu nggak
punya tempat untukku, bilang kalau kamu nggak pernah mencintaiku bahkan
sedetikpun itu” Alex meminta Greeta mengucapkan kata-kata itu untuk
meyakinkannya kalau Greeta benar-benar tidak pernah mencintainya. Namun
Greeta hanya diam dan semakin banyak air mata yang keluar dari matanya.
“sudahlah” Greeta membentak Alex dan meninggalkan alex, tapi baru saja
Greeta membalikkan badannya, sudah berdiri Raisa dan Vano di taman itu,
Greeta terbelalak dan mencoba menjelaskan kesalapahaman ini pada Raisa.
Aku benar-benar kaget mendengar pengakuan Alex, jadi selama ini rasaku
padanya sia-sia ? Aku benar-benar kacewa. Aku harus menyaksikan orang
yang aku cintai selama bertahun-tahun malah mencintai sahabatku. Vano
yang berdiri disampingku, mengelus-ngelus lenganku.tapi apa ini? Kenapa
aku tidak menangis? Kenapa aku tidak bisa marah? Harusnya aku harus
benci sama Greeta karena dia sudah mengambil cinta pertamaku. Tapi
kenapa aku malah merasa lega?. Greeta berjalan ke arahku dan
menjelaskan apa yang terjadi tadi.
“cukup Greet, sudah jelas semuanya. Aku tau rasaku padanya selama ini
sia-sia. Tapi entah kenapa sekarang aku merasa lega, ya aku lega karena
orang yang aku cintai sudah menemukan orang yang tepat dan itu sahabatku
sendiri.” jelasku, aku melihat raut wajah Greeta, Alex dan Vano
benar-benar bingung.
“aku nggak tau apa yang terjadi padaku sekarang tapi aku rasa, rasa
persahabatanku pada kalian berdua lebih besar dari rasa cinta, marah dan
benci. Aku sudah mempunyai Vano dan aku yakin dia adalah alasan kenapa
aku dan Alex tidak pernah bersama. Dan aku berharap kalian bisa bersama
supaya kita bisa memperbaiki kembali persahabatan kita yang pernah
rusak” ucapku dan membuat Greeta bingung
“aku tau kamu juga suka sama Alex, ini. Sudah kamu nggak usah sembunyiin
perasaan kamu, nanti kamu akan kehilangan orang yang kamu cintai itu”
aku memperlihatkan buku yang dibaca Greeta suatu haru di taman dan di
dalamnya terselip foto Alex. Akhirnya Greeta mengakui perasaannya dan
sudah pasti membuat alex senang.
“sekarang kita mulai kembali persahabatan kita” ucapku. Vano terlihat
bangga melihat sikapku dan dia memelukku, begitu juga Alex sangat senang
karena dia bisa jadian dengan cinta pertamanya, dia memeluk erat tubuh
Greeta. #sekian :)
Source : LokerSeni
0 komentar on Cinta Pertama yang Menyakitkan (geudubangjawapost) :
Post a Comment and Don't Spam!