Posted By. TENTANGKU!

Recent Posts

Mutiara Kusam - (geudubangjawapost)

Selamat pagi semuanya, semoga yang sobat cari bermanfaat di blog ini. Sudah lama gak posting nih.. hehehehe maklum lah baru kali ini saya aktif lagi di blog, kali ini saya ingin membagikan atau mempostingkan cerita yang membuat sobat terharu, dan ini bisa jadi bahan renungan buat sobat. Oke langsung saja simak ceritanya.



Operasi pelastik, kata yang cukup tabu bagiku, tak pernah sekalipun terlintas di anganku untuk mencobanya meskipun semua teman sebayaku telah berbondong-bondong melakukannya untuk memoles diri mereka. Dimana mata memandang kini telah terlihat segala macam hasil buatan manusia yang menempel di tubuh manusia-manusia belia sebayaku.
Dikala anganku melayang sebuah kilauan intipan dari sela-sela jendela perlahan meruntuhkan dunia khayalanku, mengembalikan kesadaran batinku. Ku mengumpulkan seluruh kesadaranku lalu perlahan membelai kelopak mataku dengan lilipan pembuka duniaku, lalu perlahan bangkit dari tidurku. Ku edarkan pandanganku ke seluruh ruangan yang tanpa sengaja teralih ke meja nakas di sampingku yang seketika itu membulatkan mataku.
“Tidak…!!” jeritku memecah kesunyian di ruang rawat VIP rumah sakit saat ku melihat cermin kecil di meja nakas yang kini menampilkan mimpi buruk terbesarku, “apa yang terjadi terjadi dengan kulitku, apa operasinya gagal?” ucapku membatin dengan tanganku yang gemetar memegangi cermin itu.
“Abiona…” panggil bibiku tiba-tiba yang membuatku terlonjak kaget dan langsung memandang ke arahnya yang sedari tadi telah duduk di kursi yang berada di samping ranjangku.
“Bibi.. ini hanya sementara, kan? Ini masih bisa diobati kan?” tanyaku penuh harap dengan mata berkaca-kaca yang hanya dibalas dengan gelengan lemah dari bibiku disertai dengan tatapan sendunya yang seolah mengisyaratkan bahwa semua yang kukatakan tidak benar.
Sorot yang mengingatkanku tentang sahabat karibku yang telah menjadi penemani suka dukaku selama tiga tahun ini, pengisi hari-hari kosongku seperginya kedua orangtuaku mendahuluiku ke alam kedamaian yang kekal. Hari-hariku, kulalui bersamanya, tempatku mencurahkan semua luka hatiku yang kian hari makin bertambah yang sempat membuatku diselimuti akan keputusasaan yang teramat sangat ditambah lagi dengan kegagalan operasi ini. Akankah hidupku akan benar-benar berakhir, adalah pertanyaan yang kini terus terngiang menghantui pikiranku.
Penyesalan tetaplah penyesalan yang selalu datang diakhir. Andai aku mendengarkan perkataan bibi?, Andai aku mempercayai Hilya?, mungkin kenyataan tidak akan sepahit ini, mungkin aku masih bisa memiliki harapan yang tinggi akan masa depan seperti teman-teman sebayaku lainnya yang kini tengah dengan asyiknya menikmati masa-masa pubertasnya yang tak pernah kurasakan setitik pun. Tetapi dimana ada penyesalan disitulah ada harapan, tetapi akankah harapanku dapat terkabul?.
“Maaf Nak… Tapi kulitmu sudah rusak permanent, tidak bisa diperbaiki lagi” jawab bibi yang lansung menohok ulu hatiku.
Hanya satu kalimat yang berisi sebelas kata dengan suksesnya merobohkan menara harapanku. Sungguh kini hanya penyesalan yang memenuhi relung hatiku, tanpa ada khiasan-khiasan penghias masa-masaku kelak.
“Terima sajalah Nak… anggap sajalah kalau ini semua hanyalah ujian dan cobaanmu..” sambungnya membuatku terdiam menunduk membendung lelehan kristal-kristal bening yang belomba-lomba ingin keluar membuat aliran sungai kecil.
“Tenanglah Nak! Aku akan selalu menjadi tiang penopangmu.. selalu..” ucap bibi penuh kelembutan membuatku langsung merengkuhnya dan menumpahkan semua tangisanku di pundaknya yang kini mulai membelai lembut punggungku menenangkanku dari semua tekanan batinku.
Tekanan-tekanan yang kelak akan menjadi penghubungku dengan akhir kedamaian yang kekal. Dengan harapan yang kokoh bibi terus membelai punggungku yang kini bergetar hebat dengan belaian lembutnya berusaha menjadi penenang getaran jiwaku. Menjadi penenang laraku yang telah hancur berkeping-keping, sekaligus menjadi tiang penahan jembatan mimpiku yang sanga tabu. Bibi kini telah menjadi ibu kedua bagiku, setiap petuahnya terus mengarahkanku untuk menjadi terbaik. Setiap bibi ada di sampingku seolah ibuku yang berada di sampingku seakan-akan mereka adalah manusia-manusia yang khusus diciptakan hanya untuk menjadi penopangku, dan penenang dikala senduku.
Tak pernah kulupakan dari benakku ketika ibu dan ayahku telah pergi dimana bibi selalu berada di sampingku memotivasi dan menyemangatiku untuk tetap bertahan meskipun hatiku saat itu telah serapuh kertas yang sudah terbakar.
“Bi.. apa paman sudah mengetahui tentang hal ini?” lirihku membelah keheningan.
“Yah.. dia sudah tau” jawab wanita berambut hitam itu yang seketika membuat tubuhku menegang.
“Hiks.. pasti paman akan sangat kecewa, Bi..” jawabku di sela isakku setelah kuterdiam beberapa saat.
“Sudahlah.. kau tidak perlu memikirkan semua itu, yang penting sekarang kau harus perbanyak istirahat lalu kita bisa pulang ke rumah dan berkumpul bersama lagi” jawab bibi penuh kelembutan sambil menghapus jejak-jejak air mataku lalu membaringkanku dan mengantarku ke dunia terindah terlepas dari cekikan asa.
“Andai orangtuamu masih hidup mungkin kau tidak akan menjalani cobaan ini” lirih bibiku sembari membelai lembut ubun-ubunku sebelum berlalu meninggalkanku sendiri yang hanyut dalam arus mimpi.
Hari yang tak pernah kuharapkan kini telah kutapaki, menapaki kerikil-kerikil baru yang kini setia selalu bertebaran di jalanku.
“Aku tidak ingin pulang” lirihku membisik atmosfir.
“Kenapa kau tidak ingin pulang? Bukankah kau sudah sangat merindukan rumah?” Tanya wanita yang kini tengah merapikaan pakaianku yang ternyata telah mendengar lirihanku.
“A-aku malu bi..” lirihku sambil menatap ke bawah seakan memandang lantai jauh lebih baik dari pada memandang mata bibi yang kini menyiratkan kesedihan mendalam.
“Tapi Abiona-” kata bibi.
“Berhenti, Bi! Aku sudah tidak tahan! Aku malu, Bi.. orang-orang akan menatapku aneh.. Aku tidak mau, Bi.. hiks.. “jeritku meruntuhkan pertahanan yang telah kucoba bangun, yang membuahkan dekapan hangat dari bibi.
“Sst.. Tenanglah.., selama bibi masih hidup kau akan selalu terlindungi” kata bibi yang bagai candu bagiku membuatku makin mengeratkan dekapanku padanya.
“Nah.. sekarang waktunya pulang!, princess” seru bibi dengan penekanan pada kata princess.
“Hahaha.. bibi.. bibi,” kataku diselingi tawa pahit lalu mengikuti langkah bibi menuju ke lautan manusia.
Kini kerikil-kerikil baru akan mulai bertebaran di jalanku. Pelangi dunia telah tenggelam, tenggelam dalam keputus-asaan dan memunculkan kehampaan hidup. Mewarnai asa dengan abu-abu. Mengukir lara dalam tinta hitam. Mewarnai lembar baru hidup dan meliriskan lembar lalu yang tabu. Mengisi harmoni hidup akan melody perih mengiringi detakan-detakan jantung yang terisi akan oksigen palsu.
Kalender kian mengusang menandakan akan terus berputarnya roda-roda waktu yang kian menajam menikam sedikit demi sedikit hati kapuk ini. Hari-hariku kini telah terpenuhi akan sorot tusuk dan uraian petuah penyayat rasa. Ku terus mencoba bangkit akan keterpurukan mencekam yang kian detiknya memutuskan asaku. Bertahan akan belaian-belaian lava lara yang tak kunjung henti. Ya tuhan, inikah akhir itu?
Source :ceritaku

0 komentar on Mutiara Kusam - (geudubangjawapost) :

Post a Comment and Don't Spam!

TV Cuyy

    Warung Bebas TV Streaming

    Fans Page

     
    Chrome Pointer

    About Me