Hari menjelang sore dan mentari pun mulai meninggalkan duniaku,
seperti hari-hari biasa aku kerjakan meskipun tidak berat dan susah,
yaitu menyapu halaman dan rumah. Usai menyapu segala isi rumah, aku
bergegas untuk membersihkan diri karena hari ini aku sudah ada janji
dengan teman-temanku untuk melihat acara Rockmen di Simpang Lima Gumul.
“Mau kemana kok jam segini mau mandi, Nak?” Tanya mamaku keheranan.
“Mau ke rumah teman, Ma!” jawabku. Aku terpaksa berbohong kepada mamaku karena aku takut tidak diperbolehkan keluar sore itu.
Usai mandi dan berdandan selayaknya remaja yang masih pada levelnya,
yaitu dengan kemeja berlengan panjang dengan motif kotak-kotak merah
hitam, bawahan celana jeans, memakai sepatu cewek berwarna pink. Aku pun
mulai keluar rumah, mengambil helm sambil memanaskan motor. Sebelum
berangkat mama sempat bertanya lagi seperti sebelumnya.
“Mau kemana, kok dandannya rapi begitu, Nak?” Tanya mama lagi.
“Mau ke rumah teman, Ma!” jawabku. Ini untuk kedua kalinya aku berbohong
kembali kepada mama. Meskipun merasa bersalah, tapi aku berusaha
menutupi rasa bersalahku tersebut dengan tidak panik dan sedikit
tersenyum.
“Jangan pulang malam lo ya?” kata mama lagi.
“Iya Ma!” kataku lagi.
Sebelum ke tempat tujuan, aku mampir di rumah Yessi temanku dan
berangkat bersamanya. Karena jam masih terlalu sore untuk menuju ke
venue, aku menunggu di rumah Melissa. Kami pun mengobrol dan bercanda
bersama, sambil bermain-main dengan anjing milik Melisa yang bercorak
hitam putih, lucu sekali. Sudah cukup lama menunggu, kami pun berencana
untuk segera berangkat karena takut kemalaman.
“Eh, udah pukul 18.30 nih. Berangkat yuk?” ajakku dengan santai.
“Ayo!!!” jawab Yessi dan Melisa serentak.
Sesampainya di venue, kami bertiga membeli tiket masuk ke venue. Di
sana begitu ramai, tapi saya tak melakukan apa-apa hanya berdiam dan
menikmati alunan melodi oleh performa band-band di atas panggung. Tepat
pukul 20.00 WIB, ponselku berderit tanda ada yang menelepon. Aku sudah
menebak bahwa itu adalah kakakku, tapi aku cuek dan tetap fokus pada
konser Rockmen tersebut. Saat itu pula, Yessi juga mulai mengajakku
pulang. Aku sedikit kecewa karena tidak bisa melihat performa band
favoritku, mungkin sangat kecewa. Namun, ketika di jalan kami terjebak
macet, sehingga perjalanan kami untuk pulang ke rumah sedikit terhambat.
“Yess, macet nih gimana dong?” keluhku.
“Ya udah sabar aja, yang penting selamat.” Jawabnya.
“Kalau kemaleman kita dimarahi gimana dong?” kataku.
“Ahh, biasanya juga tidak kok.” Jawabnya lagi.
Seperempat jam sudah kami terjebak dalam kemacetan dan kami pun
akhirnya tiba di rumah masing-masing. Namun ketika tiba di rumah,
suasananya sedikit berbeda. Di depan pintu rumah sudah ada kakak, papa
dan mama saya berdiri disana seperti menunggu kedatanganku.
“Darimana kamu, tahu kamu ini jam berapa?” Tanya papaku dengan nada marah.
“Dari rumah teman pa, maaf tadi macet.” kataku untuk berbohong ketiga kalinya.
“Bohong pa, dia pasti dari caffe. Kecil-kecil sudah berani seperti ini,
kalau besar mau jadi apa kamu?” kata kakakku memanasi suasana.
“Beneran kak, aku dari rumah teman.” Jawabku kembali.
Tiba-tiba, papa menjawab penjelasanku dengan melontarkan tangan kanannya
ke pipiku dengan keras dan tak ketinggalan kakakku juga ikut menampar
aku dengan ekspresi marah yang memuncak. Aku terkejut, papa dan kakak
bisa semarah ini kepadaku padahal semua yang dikatakan mereka tak
sedikitpun ada yang benar. Mama yang melihat kejadian itu, hanya bisa
menangis.
“Mau jadi apa kamu, bajingan? Awas kalau sampai papa tahu lagi kamu
pulang main malam-malam, papa nggak akan maafin kamu.” Ancam papaku.
“Mana ponselmu? Biar kamu nggak terus-terusan pacaran.” kata kakakku dan
terpaksa aku melepaskan ponselku dari genggaman tanganku. Padahal hal
itu nggak benar sama sekali.
Setelah papa dan kakak menamparku, serasa hati ini digoreskan
serpihan kaca yang tajam. Luka yang ditinggalkan begitu dalam dan
mungkin terlalu sulit tuk bisa disembuhkan. Secara fisik aku memang
baik-baik saja, namun hati ini tidak bisa terus dibohongi. Goresan luka
malam itu membuat ku tidak bisa melupakannya sampai nafas ini berhenti
berhembus, karena seumur hidup baru kali ini aku merasakan kejadian
dahsyat seperti ini, ditampar oleh papaku dan kakak, disangka berpacaran
dan yang lebih parah lagi aku dituduh sebagai wanita nakal yang
pekerjaannya pergi ke caffe setiap malam. Padahal, kejadian itu sama
sekali tak benar dan tak pernah aku lakukan sepanjang hidupku.
Setelah kejadian itu terjadi mungkin hanya tetesan air mata yang
dapat aku luapkan untuk mengimbangi semua rasa sakit saat kejadian itu
muncul dalam benakku. Mereka benar-benar tak memahami bagaimana
perasaanku. Aku menyadari jika sikapku memang salah, ditampar pun aku
tak masalah. Namun, tuduhan-tuduhan itulah yang membuat aku sakit hati
yang terlalu dalam. Ingin rasanya aku mengakhiri hidupku malam itu juga.
Tapi, aku ingat bahwa semua kejadian buruk yang terjadi dalam dunia ini
adalah cobaan yang harus aku hadapi dengan sabar dan keteguhan hati,
sekaligus menambah kuatnya imanku.
Bagiku malam itu adalah malam yang bersejarah dalam hidupku, sejarah
buruk yang pernah aku lewati sepanjang hidupku. Dan aku berjanji dalam
hati bahwa aku tak akan pernah melupakan semua peristiwa yang pernah
terjadi padaku malam itu.
SELESAI..
Sumber : cerpenmu
Posted By. TENTANGKU!
Recent Posts
Home »
Cerita Rakyat
» Goresan Luka Malam (geudubangjawapost)
Goresan Luka Malam (geudubangjawapost)
18.35
Langganan:
Posting Komentar (RSS)
0 komentar on Goresan Luka Malam (geudubangjawapost) :
Post a Comment and Don't Spam!